Blog Mom Pembelajar

Cerpen : Kuncup Yang Mekar

Posting Komentar

 KUNCUP YANG MEKAR

Oleh : Asih Drajad Lumintu

www.mompembelajar.com

        Gadis sawo matang berwajah oval dengan lesung pipit di sebelah kanan itu reflek mendongak ke arah jam dinding perpustakaan kampusnya.

         "Uffh sudah jam empat lewat seperempat ... ! Padahal belum selesai tugas yang harus kuserahkan besok pagi," gumamnya lirih. 

         Penjaga perpustakaan masih merapikan buku-buku  baru dan meletakkannya ke lemari kayu di sampingnya. Ruangan perpustakaan mulai lengang. Tinggal beberapa orang mahasiswa yang masih duduk membaca dan sesekali terlihat mencatat sesuatu di bukunya. 

        Dia adalah Rena Andiani Putri. Biasa dipanggil Rena. Mahasiswa baru semester pertama jurusan Bahasa Arab, sebuah kampus di Timur Metropolitan. Saat mentari tergelincir ke arah Barat, ia masih berkutat menyiapkan tugas kuliah Insyak. Karangan dalam Bahasa Arab yang harus dikumpulkan besok pagi. 

Tangannya  memijat-mijat alis hitamnya, sambil merapikan jilbab biru muda bercorak bunga kecil. Ia tertegun melihat tumpukan buku di depannya. 

        Rena mengeluarkan buku catatan dari tas ranselnya. Mencocokkan rangkaian kata yang akan ditulis dengan kamus tebal Bahasa Arab di depannya.  

        "Duh, gimana ini cara membacanya?, " wajahnya pucat mengeja huruf-huruf hijaiyyah tanpa harakat (syakal). 

        Buku kecil bersampul coklat di tangannya dibolak-balik lembarannya. Ia mencari catatan mufrodat yang tadi pagi baru didapat dari Ramdan, teman sekelasnya yang lulusan pesantren terkenal. 

Tetes peluh basah merayapi kepalanya. 

        "Allahu Akbar, Ya Allah mudahkanlah hambaMu belajar bahasa ini"

Rena menggeleng-geleng kepala, menepis gusarnya. 

*

        "Rena, beneran kamu mau ambil jurusan Bahasa Arab?, " tanya Aida  terbengong-bengong. 

        "Emang kenapa Da? Gak boleh apa?," Rena balik bertanya. 

        "Boleh aja sih ... Cuma selama SMA, kita kan gak pernah belajar. Apa kamu gak bingung nanti, Na...?"  Aida menatap lembut sahabatnya. 

        "Paling gak kamu harus lebih giat belajar dari temanmu yang lulusan pesantren dong. Mereka kan sudah terbiasa dengan pelajaran-pelajaran Qowaid, Nahwu Sharaf, dan segala yang terkait dengan tata bahasa Arab."  Digandengnya Rena, menuju kantin sekolah. 

        "Wah, meleleh aku, Da. Terima kasih ya. Aku janji mau bener-bener belajar nanti.. Aku mau bisa  ...," tekad Rena mengangkat jari tengah dan telunjuk tangan kanannya. 

        "Tapi aku gak nemenin kamu ya, Na. Aku mau pilih jurusan Matematika, pelajaran kesukaanku." Aida terkekeh. Gigi kelincinya menambah manis tawanya

        "Iih jahat ...! Kesepian aku nanti, Da. Apalagi kampusmu beda sama kampusku ...," lengking Rena

        "Aku tetap doain kamu dari jauh, Na. Ma'a najah"

         Pengumuman tiba. Rena yang bermodal nekat, diterima di jurusan Bahasa Arab. Tatkala teman-temannya cenderung memilih jurusan bergengsi dan menjanjikan peluang kerja bagi lulusannya. Rena malah bergelut, berjuang dengan sesuatu yang baru. Sesuatu yang belum pernah dipelajarinya sebelumnya. Memulai dari zero to hero. 

*

        Selepas zikir salat Subuh Rena tidak balik ke kamar tidur seperti kebiasaannya dulu. Bundelan kertas buram di lemari ayahnya yang tak terpakai dibawanya ke teras rumah. Mawar merah di pot bunga samping kursi rotan masih berembun, menandakan matahari belum meninggi. Biasanya jam segini ia kembali pulas di bawah selimutnya. Hawa dingin menjalari tubuhnya. Rena merapatkan jaket jingganya. Ditemani secangkir susu hangat, dan biskuit, Rena memulai perjuangannya di pagi hari. 

        "Meong.. meong.. ". Si Pirang kucing setianya yang berwarna campuran cokelat dan kuning, mengibas-ngibaskan ekornya seolah menyapa Rena, tuannya. 

        "Duh Rang.. Aku tuh sebenarnya masih ngantuk..! . Kamu tidur aja lagi ya..!. "  

Rena menepuk kepala Pirang, kucing blateran Angora yang mulai melingkar di dekat tuannya. 

        "Oawh ... ! Bismillah ..."

Rena berusaha menahan kantuknya. 

Satu persatu mufrodat (kosa kata) dalam bahasa Arab disalinnya  perlahan di kertas buram. Ia menuliskan dan melafalkannya. Butuh 10 kali penulisan dan pengucapan yang berulang-ulang, barulah Rena hafal satu mufrodat. Benar-benar hal yang melelahkan. 

        Rena mengambil spidol merah dan menggambar bintang besar di kertas buram. 

        "Ini hadiah untukku Rena  ...  Alhamdulillah aku sudah bisa  ....! " Pipi Rena merona kegirangan.

        Bu Tika, ibu Rena keluar dari dapur membawa sepiring pepaya merah yang sudah dipotong memanjang. 

        "Ayo Na  ...! Dimakan dulu, nemenin hafalannya" Ibu duduk sebentar melihat putri semata wayangnya bergumul dengan kertas-kertas buram setiap pagi sebelumnya berangkat kuliah. 

        "Makasih, Bu  ... Ah, Ibuku baik banget. Maafin Na. Ternyata ini tidak semudah yang Na sangka, Bu. Doakan Na  .... "  Rena tergugu, mengambil punggung jari tangan ibunya. 

        Bu Tika merengkuh bahu anaknya, Rena dan menunjuk rimbunan bunga mawar merah yang terawat indah di halaman rumah. 

        "Lihat pohon mawar merah itu, Na  ... Ia butuh air, pupuk, sinar matahari yang pas dan juga proses untuk berbunga. Kamu pun harus menyiangi semak belukar di sekitarnya. Nah, seperti itulah perjuanganmu. Tapi ingat selalu, 'Man jadda wajada.'  Siapa bersungguh-sungguh, ia akan menemukan"

        Rena mengangguk-angguk setuju. 

        "Betul, Bu. Kuncup mawar itu suatu saat akan mekar. Dan itulah aku," lonjak Rena riang. 

***

Dimuat di buku Kumpulan Cerpen: Cerita-Cerita Kita (KMO Indonesia) 

Related Posts

Posting Komentar